Review Singkat Novel Helen dan Sukanta, Pidi Baiq

Review Novel Helen dan Sukanta, Pidi Baiq

Judul: Helen dan Sukanta
Penulis: Pidi Baiq
Penerbit: The Panas Dalam Publishing
Tebal Buku: 364 Halaman

Di restoran Indonesia Lachende Javaan, Haarlem, Belanda, tahun 2000, Nyonya Helen bercerita kepada saya tentang masa lalunya selama dia tinggal di Hindia Belanda, yang kini bernama Indonesia.

“Saya lahir dan tumbuh di Ciwidey. Masa remaja saya, saya habiskan di Bandung, sampai kemudian Jepang datang pada tahun 1942 dan mengubah semuanya.”

Nyonya Helen kemudian menceritakan juga kisah asmara yang dia jalin bersama Sukanta, seorang pribumi. “Firasat saya benar, saya menyukai Sukanta. Itulah yang saya rasakan.” Harus ada yang mengerti bagaimana Nyonya Helen merasakan semua kenangannya.

Tidak ada yang tahu sudah berapa banyak rasa rindu menguasai dirinya sejak dia mengucapkan selamat tinggal kepada Indonesia.

“Nah, sekarang, diamlah. Ini cerita saya, dan semuanya benar-benar terjadi.

Review Singkat Novel Helen dan Sukanta, Pidi Baiq

Helen merupakan orang keturunan murni Belanda yang tinggal di Hindia Belanda tepatnya di daerah Ciwidey. Ayahnya merupakan seorang pengusaha sukses di sana. Keluarga Helen tidak pernah memandang rendah terhadap pribumi.Suatu hari, Helen bertemu dengan Sukanta di pekarangan rumahnya. Helen terkejut ternyata Sukanta fasih berbahasa Belanda, orang pribumi pertama yang bisa berbahasa Belanda yang dia temui.

Sukanta berparas rupawan dan beretika baik. Helen jatuh cinta. Namun, sulit bagi warga Belanda untuk berhubungan dengan warga Pribumi. Tapi Helen tetap ingin bersama Sukanta.

Novel ini berlatar di Indonesia tepatnya di kota Bandung dan sekitarnya saat Belanda masih menduduki negara kita. Seperti yang kita tahu, Belanda pada saat itu memang sangat memandang rendah kepada warga pribumi. Maka tidak heran kalau percintaan antara warga Belanda dan pribumi sangat ditentang.

Di buku ini tidak hanya menggambarkan kisah cinta Helen dan Sukanta saja. Digambarkan pula bagaimana keadaan di Hindia Belanda pada saat itu. Tahun-tahun sebelum dan sesudah Jepang meng-invasi ke Indonesia, dan nasib warga Belanda yang tinggal di Indonesia.

Bahasanya juga disesuaikan dengan bahasa pada saat itu, ketika Ciwidey jadi Tjiwidey, Jalan Riau jadi Riouwstraat dan logat Belanda yang dipakai saat berdialog. Terasa sekali suasana Hindia Belanda-nya.
.
Fakta menarik lain, ini cerita nyata. Saat bang Pidi Baiq sedang berkunjung ke Belanda. Dia bertemu dengan nyonya Helen, dan nyonya Helen sendirilah yang menceritakan kisahnya ini.

Quote favorit : "Sebuah perang selalu tidak menyenangkan, yang ada hanyalah penderitaan" - hal 351

Semoga negara dan dunia kita aman dan dijauhkan dari peperangan.

Review Helen dan Sukanta juga bisa didengarkan di Podcast Teman Buku

Posting Komentar

0 Komentar