Kali ini aku mau review buku karya Wisnu Suryaning Adji yang berjudul Rencana Besar untuk Mati dengan Tenang.
Meski agak terlambat ya untuk mereview buku ini karena buku terbaru karya Mas Wis sudah rilis saat ini yang judulnya Rahasia Salinem. Tapi it’s oke lah ya, biar aku juga tenang dan gak ngerasa punya hutang review lagi. Hehe.
Sebelum ke review-nya, seperti biasa, kita masuk dulu ke sinopsis Rencana Besar Untuk Mati dengan Tenang karya Wisnu Suryaning Adji.
Sinopsis Rencana Besar untuk Mati dengan Tenang
Buku ini bercerita tentang seorang kakek tua berusia 76 tahun dan dari etnis Tionghoa yang berharap untuk bisa mati dengan tenang setiap harinya.
Istrinya yang merupakan satu-satunya support system kakek ini, sudah lebih dulu berpulang sejak lama.
Anak-anaknya tidak ada satupun yang bisa menyenangkan hati si kakek. Malah semuanya bekerjasama "menagih warisan" dengan berpikir untuk menjual rumah yang saat ini sedang mereka tinggali.
Melihat sikap anak-anaknya, si kakek punya rencana besar untuk menghukum semua anak-anaknya. Hal Ini dia lakukan demi bisa mati dengan tenang.
Review Rencana Besar untuk Mati dengan Tenang
Membaca buku ini memunculkan rasa marah, sedih, kecewa dan tercengang terhadap apa yang dilakukan dan dialami oleh si tokoh utama, yaitu Kakek.
Cara bicara kakek ini cenderung depresif dan penuh trauma sehingga terkesan seperti orang yang pemarah.
Rasa sedih yang dirasakan aku sebagai pembaca timbul saat kakek begitu haru menceritakan tentang mendiang istrinya. Bagaimana dia bercerita pertemuannya dengan istrinya hingga akhirnya menikah, bagaimana kisah hidupnya di tahun-tahun genting yaitu era 1965, yang mana etnis Tionghoa hidupnya sangat terancam saat itu. Dan kisah setelahnya.
Perlakuan anak-anaknya terhadap si kakek ini memantik rasa kecewanya aku, karena mereka semua terkesan hanya peduli dengan harta orang tuanya saja. Meminta warisan padahal kakek masih hidup sehat.
Akhir cerita ini membuat aku tercengang dan tidak menyangka bahwa kakek akan mengambil langkah tidak terduga seperti itu.
Membaca novel ini pada awalnya memang terkesan memiliki alur yang lambat namun semakin ke akhir konflik yang terjadi semakin seru. Apalagi jika kamu membaca kisah akhirnya, kamu akan dibuat tercengang seperti aku.
Buku ini cocok untuk dibaca oleh kamu yang suka dengan novel fiksi yang menyematkan kisah sejarah di dalamnya karena ada sedikit kisah peristiwa 1965 di dalamnya.
Dari buku ini aku juga belajar bahwa ketika orang semakin tua, dia akan merasa semakin kesepian. Semua harapan orang tua adalah melihat anaknya sukses dan bertumbuh. Keluar dari rumah memang sedih pada awalnya, tapi itulah tanda bahwa orang tua sukses merawat anaknya.
Tapi anak-anak juga tidak boleh lupa terhadap orang tuanya dan harus tetap menjaga hati orang tuanya.
Selain yang di atas tadi, gara-gara buku ini aku jadi beli gula-gula asam. Gula-gula asam yang selalu disebut-sebut saat kakek bercerita tentang istrinya.
0 Komentar