Kali ini aku mau bahas novel tipis dulu yang halamannya itu gak lebih dari 200 halaman. Novel tipis gini tuh bisa jadi selingan setelah baca buku bantal atau buku berat lainnya.
Kebetulan memang kemarin aku baru selesai baca novel The 100 year old man who climbed out the window, judulnya panjang banget, ceritanya juga panjang, rumit tapi menarik, reviewnya juga udah tayang.
Oke, balik ke novel ini. Novel ini berjudul Let Me Show You The Art of The Killing, yang ditulis oleh F.A. Amri. Btw, buku lain dari penulis ini udah pernah aku review juga, judulnya Vermillion, tipenya kumpulan cerpen dengan genre horror.
Jadi, seperti yang sudah aku sebutkan, novel ini tipenya novelet, tebalnya cuma 141 halaman, dan diterbitkan oleh One Peach Media. Buku ini adalah buku yang bisa kamu habiskan hanya dalam sekali duduk saja.
Mari kita langsung saja ke sinopsis dari novel ini.
Sinopsis Novel Let Me Show You The Art of The Killing
Harlem yang merupakan seorang ‘pembersih’ dengan keahlian khusus dihadapkan pada sebuah pekerjaan yang melibatkan para pemimpin bisnis gelap di Jakarta.
Ia harus berpacu untuk menghentikan perang besar yang dapat terjadi sewaktu-waktu dan menemukan pelaku penghilangan nyawa Miranda. Miranda ini adalah seorang pramuria yang memiliki hubungan dengan salah satu pemimpin mafia di Jakarta sekaligus pencetus konflik berdarah tersebut.
Dan saat Harlem menelusuri lebih jauh, ia menemukan bahwa segala hal yang terjadi memiliki benang merah, termasuk keterlibatannya dalam menemukan si pelaku.
Review Novel Let Me Show You The Art of The Killing
Sekarang kita masuk ke review novel Let Me Show You The Art of The Killing karya F.A. Amri. Novel tipis ini ditulis menggunakan POV orang ketiga, dengan gaya bahasa yang cenderung kasar, tapi, ya, pas sih, karena kan ceritanya tentang orang-orang yang ada di dunia gelap.
Saat membaca ini, aku dibuat ikut menebak-nebak, siapa Harlem, siapa Si Akuntan, ada hubungan apa korban dengan Si Akuntan, siapa yang nyuruh Si Akuntan, siapa yang punya ide untuk mencetuskan konflik, dan lain-lain.
Cerita ini semakin menarik karena ada plot twist yang tidak diduga-duga. Aku pikir pencetus konflik tuh si A, ternyata tidak demikian.
Aku juga suka sama karakter Harlem, karena dia bisa menyelesaikan tugasnya dengan cerdas dan sat set. Oh, iya, karena judulnya The Art of The Killing, jadi aku pikir bakal ada adegan menyeramkan selayaknya psikopat ya, ternyata gak sih.
Memang genrenya thriller, tapi buku ini dilabeli bisa dibaca mulai dari umur 13 tahun, which is remaja ya. Jadi wajar kalau tidak ada adegan yang seram.
Ada banyak deskripsi yang menurut aku kurang, tapi ya mungkin karena tipenya novelet, jadi alurnya dipercepat dengan aksi, tanpa banyak deskripsi.
Untuk ending, penulis menggunakan tipe open ending, yang membuat aku berpikir kayaknya bakal ada buku selanjutnya nih soal ini. Karena memang konfliknya melebar, yang tadinya si Miranda doang, sekarang malah kayak mau perang nih tapi jalur belakang.
Secara keseluruhan aku puas sih sama ceritanya, aku juga suka pembawaan konflik hingga penyelesaiannya. Karakter Harlem yang jadi tokoh utama di sini juga aku suka. Dia itu kan ‘pembersih’ kelas kakap nih, tapi tetap bisa menempatkan diri, bekerja cerdas dengan melihat situasi.
Ada satu quote yang menurutku bagus, ada di halaman 95. Quote ini aku ambil dari percakapan Solomon Sam dan Harlem di dalam mobil.
"Untuk mengalahkan monster, kau harus jadi seorang monster. dan bila kau menatap kegelapan terlalu dalam, kegelapan itu akan berbalik menelanmu lebih dalam" - Solomon Sam
"Bila kau menatap lebih lama dalam kegelapan, kau akan melihat cahaya di dalamnya" - Harlem
Baca jawaban Harlem tuh, kayak, woooww, ternyata Harlem sebijak ini ya untuk ukuran yang punya pekerjaan sebagai ‘pembersih’.
Oke, segitu dulu temen-temen untuk review novel tipis kali ini, semoga novel ini bisa jadi tambahan rekomendasi novel seru untuk kamu yang suka genre thriller, terima kasih sudah membaca dan sampai jumpa di review selanjutnya.
0 Komentar